abang-abangan kampus
Samuel hanya menghela nafasnya saja ketika melihat sekitarnya yang dipenuhi beberapa mahasiswa kampusnya dari berbagai program studi. Tadinya, ia tak ingin ikut bergabung, namun entah dari mana Bagas tiba-tiba muncul di hadapannya dan menyeret pemuda itu untuk ikut dalam perkumpulan.
Samuel menatap pemuda di hadapannya dengan takut-takut. Dia adalah abang-abangan kampus yang begitu dihormati oleh teman-temannya. Dia adalah Arjuna, mahasiswa semester 12 yang tidak kunjung menyelesaikan skripsinya. Samuel masih bingung, apa istimewanya pemuda itu sehingga mahasiswa kampus begitu menghormatinya.
“Bang Arjuna keren, ya,” bisik salah seorang pemuda kepada Samuel.
Samuel berbalik dan menemukan salah seorang teman satu kelasnya di sana.
“Lo diajak ke sini juga?” lirih Samuel.
Iksan, pemuda dengan kacamata itu mengangguk. Ia sama seperti Samuel, sering dimanfaatkan. Tetapi, Iksan lebih bisa menerimanya dari pada Samuel, entah karena sifatnya yang polos atau ia tidak ingin menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri.
“Katanya, ya, kakaknya Bang Arjuna dulu Bintang Aktivis Kampus. Terus, dulu sebelum lulus udah jadi perebutan perusahaan-perusahaan besar, keren, kan?” jelas Iksan dengan suara lirih, tidak ingin menimbulkan kebisingan.
“Terus, istimewanya dia apa?” tanya Samuel lebih lirih dari suara Iksan tadi.
“Menurut temen-temen yang lain, nih, kalau lo deket sama Bang Arjuna, lo bakal lebih gampang buat magang di perusahaan-perusahaan besar. Udah banyak banget orang yang dibantu sama kakaknya Bang Arjuna, jadi orang-orang pada segan sama dia juga.”
“Jadi, intinya Bang Arjuna ini dihormatin karena kakaknya udah ngebantu banyak orang?” Iksan mengangguk.
Samuel terdiam setelahnya, ia seperti melihat dirinya sendiri. Tanpa kakaknya, ia juga bukan apa-apa. Bedanya, Arjuna memanfaatkan hal itu demi reputasi, sedangkan Samuel sama sekali tidak berani memanfaatkan nama besar keluarganya.
Samuel diam dan mendengarkan, walaupun kata-kata yang dikeluarkan oleh Arjuna sama sekali tidak berguna untuknya, dan malah membuat pemuda itu muak.
“Nah, sekarang gue mau tahu, dong, siapa aja yang baru gabung sama kita?” Arjuna bertanya, membuat beberapa orang mengangkat tangan, termasuk Samuel yang sebelumnya melamun.
“Lumayan juga, ya. Sini, dong, deket-deket kalau gitu, gue mau kenal sama kalian juga,” ucap Arjuna mengajak beberapa orang untuk duduk di dekatnya. Samuel mau tidak mau bertukar tempat dengan salah satu kakak tingkatnya yang duduk tepat di sebelah Arjuna.
Samuel menunduk, merasa tidak nyaman bersebelahan dengan Arjuna. Tanpa kata, pemuda yang lebih tua darinya tiba-tiba saja merangkulnya, membuat Samuel semakin tidak nyaman.
Arjuna mengeluarkan sekotak rokok dari saku jaketnya dan mengambil satu batang di antara beberapa batang yang tersisa di dalam kotak. Setelah itu, ia menyodorkannya kepada pemuda yang lebih kecil di sampingnya.
“Sebat nggak lo?” tanya Arjuna. Samuel menggeleng, lalu tersenyum kaku kepada Arjuna.
“Hah? Masa enggak, sih? Cupu banget. Nggak usah mikirin soal kesehatan, deh, kita masih muda, masih sehat. Lagian cowok apaan coba yang nggak ngerokok? Banci, kali,” Arjuna terkekeh, ia menatap Samuel dengan pandangan meremehkan, membuat Samuel sekali lagi merasa tidak nyaman.
“Nama lo siapa, nih? Gue pengen tahu nama ‘si paling’ nggak ngerokok,” lanjut Arjuna yang sudah mengoper kotak rokoknya ke arah yang berseberangan dari Samuel.
“Gue Samuel, Bang…” jawab Samuel dengan perasaan sedikit takut.
“Oh, Samuel, ya? Siapa yang ngajak lu ke sini, Muel?” Arjuna semakin mempererat rangkulannya, membuat Samuel mau tidak mau mendekatkan kursinya kepada Arjuna.
“Gue, Bang.” Bagas yang duduk di belakang Arjuna mengangkat tangannya.
“Oh, elu, toh. Lain kali jangan ngajak orang cupu ke tongkrongan, yang ada cuman ngotorin aja,” ucap Arjuna sambil tersenyum sinis, dinyalakan rokok ditangannya menggunakan korek api salah satu mahasiswa di situ. Samuel menunduk, merasa dipermalukan.
“Sori, Bang. Tapi, gue bawa dia ke sini ada alasan juga, kok,” kata Bagas membela dirinya.
“Apa alasannya? Gue mau tahu.”
“Samuel ini orangnya royal, Bang, sering bayarin tongkrongan gue. Jadi, dia yang nanti bayarin tongkrongan kita hari ini, Bang.” Ucapan Bagas membuat Samuel menatapnya tidak percaya. Jelas-jelas ia selalu dipaksa untuk menalangi tagihan teman-temannya.
“Wah, gegayaan banget, beneran nggak, nih?”
Bagas menatap Samuel dengan tatapan memohon dan sedikit ketakutan. Samuel berpikir sebentar, jika ia menerimanya akan menghabiskan uangnya, sedangkan jika ia menolak reputasinya akan buruk mengingat betapa dihormatinya Arjuna.
Samuel mengangguk, membuat Arjuna tersenyum miring.
“Kalian udah denger, kan? Pesen aja yang kalian mau, nanti si Muel bayarin,” perintah Arjuna kepada para mahasiswa di situ.
“Bagus kalau lo tahu diri, Muel. By the way, thanks. Emang perlu effort kalau mau dihormatin kayak gue, jadi gue hargain usaha lo,” ucap Arjuna pelan di sebelah telinga Samuel, setelah itu ia melepaskan rangkulannya terhadap Samuel dan beranjak pergi. Ia juga ikut memesan, menikmati kesempatan yang diberikan oleh Samuel.