Diomongin

Siang itu Samuel berencana untuk menyusul Felicia di kantin FK, namun sebelumnya ia hendak menghampiri salah satu teman yang meminta bantuannya pagi tadi. Setelah ia selesai dengan urusannya, Samuel berencana untuk segera berjalan menuju kantin FK, sebelum secara tiba-tiba ia mendengar namanya disebut-sebut dari arah meja di sebelah kirinya.

Samuel mengurungkan niat untuk pergi, membuat temannya bertanya-tanya. Samuel hanya tersenyum saja dan beralasan bahwa ia sedang menunggu seseorang sehingga tidak jadi beranjak pergi. Temannya hanya mengangguk saja, dan senang karena Samuel bisa menemaninya sebentar.

Dipakainya tudung jaket yang ia kenakan, dan menajamkan pendengarannya untuk bisa mendengar obrolan di meja sebelah.

“Ditemenin si Feli, ya, dia?”

“Iya, nggak tahu deh kenapa si Feli tiba-tiba ikut campur.”

“Lagian, ya, dia nggak ada apa-apanya. Nggak pinter, nggak bisa diandelin soal kuliah, kok, kalian masih mau manfaatin, sih?”

“Anaknya aktif, banyak yang kenal, jadi bisa dimanfaatin lewat relasi.”

“Royal juga, njir. Kita selalu minta dibayarin, dan dia nggak pernah nolak.”

“Tapi sekarang anaknya sudah sombong gitu, udah susah dimanfaatin.”

“Yaelah, masih banyak yang bisa dimanfaatin, kok. Lebih untungin juga, bisa diandelin soal kuliah.”

“Iya, masih banyak, kok, yang bisa kita manfaatin.”

“Iya, lagian orang kayak Samuel nggak usah ditemenin lagi, nggak tahu diri banget. Udah enak kita mau jadi temennya, malah ninggalin pas sudah seneng sama teman barunya. Ntar, kalau ada maunya aja balik ke kita.”

“Iya, anjir. Udah bagus dikenalin ke Bang Juna waktu itu. Eh, sekarang malah ninggalin, si anjir.”

Samuel yang mendengar percakapan itu hanya bisa tersenyum sinis, padahal selama ini dia yang dimanfaatkan, kenapa dia yang disebut tidak tahu diri?

Samuel menghela nafas pelan, merasa sakit hati direndahkan seperti itu. Padahal dirinya selama ini sudah berusaha untuk tetap baik kepada mereka, tetapi apa yang ia dapatkan sekarang? Selama ini ia tidak melawan dan diam saja, berharap semuanya akan berubah menjadi lebih baik, ternyata ia salah semuanya menjadi lebih buruk.

Samuel rasanya ingin menghilang saja, berharap ia tidak pernah berkuliah di tempat ini dan bertemu dengan teman-teman yang selama ini telah memanfaatkannya.

Sebelum situasinya berubah menjadi lebih buruk, Samuel segera berpamitan kepada temannya tadi dan segera beranjak dari tempat itu.


“Kok lama banget, sih, Sam?” tanya Felicia ketika Samuel baru saja sampai di tempat mereka duduk.

“Tadi ada urusan bentar,” jawab Samuel seadanya.

“Urusan apa?” Kali ini Jaguar yang bertanya.

Samuel diam sejenak, mempertimbangkan apakah dia harus bercerita tentang pembicaraan geng Bagas tadi kepada Feli dan Jaguar atau tidak.

“Kenapa, Sam? Ada yang mau lo omongin? Kok, kayak ragu-ragu begitu?” Felicia yang peka akan perubahan Samuel langsung bertanya.

Samuel tersenyum tipis, lalu memutuskan untuk bercerita kepada kedua temannya.

“Tadi gue nguping obrolan geng-nya Bagas bentar. Mereka ngomongin gue,” ucap Samuel dengan senyuman yang dipaksakan.

“Mereka ngomongin apa?” tanya Felicia dengan wajah serius, ada raut tidak senang yang terpancar dari sana.

“Mereka ngejelekin gue, bilang gue nggak tahu diri. Mereka juga ungkapin kalau selama ini cuman manfaatin gue doang,” lanjut Samuel yang hanya bisa tersenyum saja.

“Yang bener saja, anjir? Mereka yang nggak tahu diri! Orang gila!” Seru Felicia dengan kesal.

“Nggak usah dipikirin, Sam. Yang nggak tahu diri itu mereka, lo nggak usah masukin ke hati,” ujar Jaguar yang duduk di sebelah Felicia.

“Awas aja kalau ketemu gue, habis mereka semua,” desis Felicia yang masih sangat kesal atas perkataan geng Bagas kepada Samuel.

“Udah, nggak apa-apa, Fel. Selama mereka nggak apa-apain Samuel, santai aja.”

“Iya, Fel. Gue juga nggak apa-apa, kok, santai aja. Mereka juga udah nggak gangguin gue, lo nggak perlu khawatir,” ucap Samuel dengan wajah santai. Padahal, dia diam-diam memikirkan perkataan mereka, apakah dia serendah itu di mata mereka? Selama ini hanya dimanfaatkan, dan rugi dalam waktu dan uang yang telah ia keluarkan.

“Iya, deh. Gue diem saja, tapi kalau sampai mereka habis ini masih gangguin lo, gue nggak bakal tinggal diam,” balas Felicia, masih dengan wajah kesalnya.