Cookies dan percakapan pagi
Suara bell menginterupsi Waniar yang sedang membuat kopi. Satria dan Samuel sedang pergi keluar, membuat Waniar hanya seorang diri di dalam unit apartemen. Pria itu membuka pintu, dan menemukan Belinda yang masih memakai piyama sambil membawa sebuah kotak di tangan kirinya. Wanita itu tersenyum, lalu menyodorkan kotak di tangannya kepada Waniar.
“Cookies pesanan Kak Waniar sudah datang, selamat menikmati,” ujar Belinda dengan nada riang. Waniar tersenyum tanpa sadar, membuat mood-nya pagi itu menjadi lebih baik.
“Masuk dulu, Lin, gue buatin kopi.”
“Eh, nggak usah repot-repot, nggak enak gue sama Kakak lo,” tolak Belinda.
“Nggak apa-apa, Kakak gue juga lagi nggak di rumah, kok. Sekalian sarapan bareng,” bujuk Waniar. Entah ada dorongan dari mana ia bisa bersikeras begini, padahal biasanya ia menghindari untuk berinteraksi dengan orang lain. Belinda seperti mempunyai magnet yang bisa membuat semua orang nyaman bila bersamanya.
“Ya udah, kalau gitu gue mau,” ucap Belinda sambil tertawa kecil.
Waniar menuntun Belinda untuk duduk di meja makan, setelah itu ia menuju ke dapur untuk mengambil piring dan gelas untuk keduanya pakai. Setelah menyeduh kopi dan meletakkan beberapa cookies di piring, Waniar kembali ke area meja makan.
“Thank you, Wan,” ujar Belinda ketika menerima satu gelas kopi dari Waniar.
Keduanya menikmati sarapan pagi itu sambil mengobrol. Baru kali itu Waniar memiliki kesempatan untuk mengobrol panjang dengan Belinda. Padahal, biasanya mereka hanya membicarakan seputar pekerjaan saja dan tak pernah membahas hal lainnya.
“By the way, gimana keadaan adik lo? Udah baikan?” tanya Belinda ketika ia melihat sebuah pigura yang terpajang di dinding area meja makan.
“Kayaknya udah lumayan, sih. Udah balik kayak biasa lagi pas Kakak gue dateng.”
Belinda mengangguk mengerti. “Baguslah kalau gitu. Gue juga ikut khawatir waktu itu, soalnya dia sempet nangis sesegukan pas balik ke ruang tengah.”
Waniar menoleh dan menatap Belinda dengan tatapan tidak percaya. “Dia sempet nangis lagi?”
“Iya, tapi waktu itu gue sempet tenangin jadi agak reda juga.”
Waniar menatap wanita di hadapannya lama. Padahal ia dan Samuel baru saja bertemu selama beberapa menit, tetapi Samuel bisa merasa tenang dan nyaman bersama Belinda. Wanita itu aneh, tetapi dapat membuat Waniar penasaran.