Tari Laura

William mengetuk pintu ruangan meeting dengan pelan, lalu segera masuk ke dalamnya. Saat pintu sudah terbuka, tampaklah Tari yang sedang mengobrol berdua bersama sang manager. Melihat kedatangan pemuda itu, Tari segera berdiri dan memberi salam.

“Ah, halo. Aku Tari Laura,” ucap Tari memperkenalkan diri.

“Halo, Tari. Saya William, produser yang bakal bantuin kamu,” ucap William sambil melempar senyum tipis kepada Tari.

“Oh, maaf, Kak. Aku nggak tahu tadi,” ujar Tari sambil sedikit menundukan kepalanya.

William mengangguk saja, kemudian duduk di bagian paling ujung meja meeting mereka. Diletakkan laptop yang ia bawa ke atas meja, lalu membukanya untuk menyiapkan beberapa hal yang ia butuhkan.

“Kak, itu tadi Kak Gio ke mana, ya?” tanya Tari secara tiba-tiba.

“Ada urusan sebentar. Kita tunggu dia balik dulu, ya, terus mulai,” jawab William sambil terus fokus dengan laptopnya.

Tak lama setelah itu, Gio kembali masuk ke dalam ruangan bersama beberapa orang lainnya.

Sorry udah buat kalian nunggu. Ayo kita mulai,” kata Gio, membuka pertemuan pagi itu.

Pada pertemuan pagi itu, mereka membahas banyak hal. Mulai dari perkenalan tim, hingga menentukan konsep, genre, dan lirik lagu yang akan mereka ciptakan.

Awalnya, William berpikir bahwa Tari adalah gadis tomboi yang tegas dan tidak banyak bicara. Ternyata, Tari salah gadis yang sangat ekspresif dan banyak mengeluarkan celetukan dari bibirnya.

Banyak sekali ide-ide yang gadis itu keluarkan, membuat meeting itu jauh lebih panjang dari waktu yang ditentukan.

Melihat Tari yang mempunyai banyak ide menarik, membuat William kembali berpikir tentang konsep yang akan ia berikan kepada gadis itu.

Setelah pembahasan mengenai konsep sudah selesai, maka tiba saatnya mereka membahas genre dan lirik lagu. Inilah saat yang telah Tari tunggu-tunggu, ia sudah menyiapkan beberapa hal untuk ditampilkan di ruang meeting tersebut.

“Kak, aku mau nunjukin lagu yang aku tulis sendiri. Mungkin bisa jadi pertimbangan buat dikembangin, atau boleh juga buat nulis lagu baru,” ucap Tari sambil meraih gitar yang William bawakan tadi.

William memusatkan perhatiannya kepada Tari. Ketika gadis itu mulai bernyanyi, William seketika menyadari satu hal. Tari memang terlahir untuk menjadi seniman. Petikan gitar, lirik lagu, dan suaranya yang indah membuat semua orang di dalam ruangan itu terpukau.

Setelah menyelesaikan bait terakhir dari nyanyiannya, Tari tersenyum kikuk kepada orang-orang yang tengah memperhatikannya. “Gimana, Kak?” tanya Tari, meminta pendapat.

William mengangguk saja, ia sedang memikirkan beberapa rancangan yang akan dia lakukan kedepannya dengan kemampuan yang Tari miliki. “Bagus, Tar. Nanti palingan aku mikirin aransemennya kayak gimana dulu. Kamu pernah bikin demo lagunya, nggak? Kalau ada, tolong dikirim, ya.”

“Ada, Kak. Tapi ada di hardisk. Nanti aku pindahin dulu.”

William mengangguk sekali lagi, lalu kembali meneruskan meeting hingga melewati jam makan siang.

Meeting-nya sampai di sini aja, untuk selebihnya bisa kita lanjutin pertemuan selanjutnya.”

William membereskan barang bawaannya, lalu berpamitan kepada Gio dan Tari yang masih berbincang serius.

“Eh, Kak. Aku boleh minta nomer kamu, nggak? Untuk ngirim demo lagu, sama buat diskusi,” pinta Tari sambil mengeluarkan ponselnya.

“Boleh, kok,” jawab William sambil menerima sodoran ponsel dari Tari.

Feel free buat ngehubungin aku kapan aja, ya, Tari,” ucap William kemudian.

Tari mengangguk senang, lalu melambaikan tangannya ketika William kembali berpamitan untuk keluar terlebih dahulu.