Surprise!

“Makasih, ya, Rel. Jadi nggak enak, nih, dikasih makan terus,” ucap Julio saat baru saja menutup pintu mobil.

“Santai, bro. Lagian, gue nggak bakal bisa ngabisin kue dari kakak gue sendirian,” balas Darel sambil melangkah bersama Karel di sebelahnya. Bian dan Mentari jalan di belakang keduanya, dan Julio menyusul dari belakang mereka.

“Tapi orang rumah lu nggak masalah, kan, kalau kita mampir?” tanya Karel.

“Nggak masalah, kok. Malah bagus, soalnya nggak akan ada yang makan kue selain gue,” jawab Darel yang telah sampai di depan pintu rumahnya.

Darel diam sejenak, merasa ada sesuatu yang aneh, tetapi ia tetap mendorong pintu rumahnya hingga terbuka separuh. Ruangan gelap dan pengap, membuat Darel mengernyitkan keningnya.

Darel melangkah sedikit, hendak memastikan jika masih ada kehidupan di dalam rumah tersebut. Tak lama kemudian lampu dinyalakan, disusul oleh bunyi ledakan confetti dan seruan ‘selamat ulang tahun’ dari beberapa orang yang muncul dari balik tembok.

Darel menganga tidak percaya, tidak menyangka jika beberapa kakaknya datang di saat ia ulang tahun. Belum sempat berkata-kata lagi, Darel sudah dihadiahi lemparan tepung dari sampingnya. Januar tertawa dengan melengking setelah melempari sang adik dengan seloyang tepung.

“Selamat ulang tahun, Dek,” seru Januar girang.

Serangan selanjutnya datang dari depan, Samuel melempari sang adik dengan seloyang tepung lagi. “Selamat ulang tahun, Dek!” seru Samuel sambil melipir ke pinggir.

Serangan terakhir datang dari Hazel yang memasuki ruangan dengan topeng Iron Man-nya. “Siap-siap serangan terakhir datang dari Kapten Hazel!” seru pemuda dengan mata sipit itu sebelum melemparkan seloyang besar tepung yang ia bawa.

Darel menghela nafasnya berat saat semua serangan telah selesai. Ia tidak menyangka akan mendapat serangan bertubi-tubi dari sang kakak, apalagi Hazel yang tidak disangka-sangka akan datang saat ulang tahunnya.

Satria menarik tangan sang adik, menuntunnya untuk berjalan beberapa langkah hingga Darel dapat melihat dapur rumahnya yang penuh dengan dekorasi. Pada pintu kaca yang menghubungkan halaman belakang dan rumah utama, ditempelkan beragam fotonya dari ia kecil hingga foto yang baru saja diambil beberapa minggu lalu. Tidak hanya itu, beberapa fotonya bersama sang kakak-kakak juga ikut ditempelkan di sana.

Saat sedang sibuk melihat beberapa foto yang ditempelkan, Darel tidak sadar bahwa dari tadi ada beberapa sosok di belakang pintu kaca yang sedang menunggunya. Pintu kaca itu ditutupi kain hitam, sehingga Darel tidak tahu bahwa masih ada beberapa hal lagi yang kakak-kakaknya siapkan.

Tanpa kata, Januar membuka pintu kaca tersebut, dan menarik Darel untuk segera melewati pintu tersebut. Darel mengikuti saja, ia menyibakkan kain hitam tersebut, dan segera menemukan Davian yang sedang berdiri bersama Melvin, Mattew, dan Jeffry. Mereka menyanyikan lagu ‘Selamat Ulang Tahun’ secara bersamaan, dan membiarkan Darel untuk berjalan mendekati Davian yang membawa kue.

Setelah nyanyian selesai, Satria menyuruh Darel untuk mengucapkan permohonan. Darel berpikir sejenak, lalu menutup matanya. Setelah selesai, Darel langsung mengipas beberapa lilin yang menancap pada kue.

Darel tersenyum sambil menatap satu persatu kakak-kakaknya yang telah datang hanya untuk merayakan ulang tahun bersamanya. Ia meraih tangan Satria yang berdiri tepat di sebelahnya, “Makasih, Kak. Makasih udah ngumpulin semuanya di sini,” lirih sang adik.

Satria menarik Darel kepelukannya, diikuti Jeffry dan Jonathan yang memeluk keduanya dari belakang. “Ini nggak mau pada gabung, apa? Canggung banget pelukan cuman berempat, anjir,” protes Jeffry ketika tidak ada lagi yang bergabung dalam pelukan mereka.

Dengan bersemangat, Hazel, Melvin, Davian, Samuel, dan Januar ikut bergabung. Sedangkan Mattew, Waniar, William, dan Vincent dengan ragu-ragu merentangkan tangan mereka dan ikut bergabung.


Setelah melepas pelukan mereka satu persatu, Samuel langsung berjalan menuju tempat teman-teman Darel berdiri. Ia juga menarik Vincent untuk ikut bersamanya. Darel yang melihat itu, menyusul dari belakang, sepertinya Samuel dan Vincent ingin berkenalan dengan temannya.

“Halo,” sapa Samuel menginterupsi percakapan Julio dan kawan-kawan.

“Eh? Halo, Kak.” Julio membalas sapaan Samuel sambil sedikit membungkukkan tubuhnya.

“Julio, kan? Kenalin, gue Samuel yang minta bantuan lo kemarin,” sambung Samuel.

Julio sontak langsung menyalami Samuel yang berdiri di depannya, ternyata mereka sudah saling mengenal.

“Halo, Kak. Maaf tadi nggak kelihatan, jadinya gue nggak tau.” Samuel tertawa saja, lalu memperkenalkan Vincent kepada Julio.

“Makasih, ya, udah mau bantuin,” kata Samuel sesaat kemudian.

“Santai aja, Kak. Kan, buat ulang tahun Darel, jadi nggak masalah.”

“Lho, kalian kenalannya kapan?” tanya Darel yang baru saja menyimak pembicaraan keduanya.

“Belum lama, kok, kayaknya baru seminggu yang lalu,” jawab Julio.

“Lo ngajak kenalan temen gue?” tanya Darel kepada Samuel.

“Iya…, kenapa emangnya?” Darel menggeleng saja, tidak ada masalah serius.

“Eh, by the way, Makasih banyak, ya, udah mau temenan sama Darel,” kata Samuel sambil meraih tangan Julio yang berdiri tak jauh darinya.

“Gue nggak tau lagi gimana nasib Darel kalau nggak ada kalian, mungkin bakal sendirian selamanya,” lanjut Samuel dengan sedikit dramatis.

“Apaan, dah. Nggak separah itu juga kali,” protes Darel tidak terima.

Mentari tertawa kecil saat menonton pertengkaran kedua kakak-beradik itu. Tak lama, mereka sudah dipanggil bergabung. Kegiatan selanjutnya adalah makan kue bersama-sama.

“Ini nggak sekalian manggil Melati ke sini?” tanya Jeffry dengan nada berbisik kepada Satria.

“Keluarganya lagi nggak di rumah, jadi kata Ayah nanti aja makan malam,” jawab Satria sambil menggoyang-goyangkan sedikit gelas soda di tangannya. Jeffry mengangguk saja, kemudian berpindah tempat ke samping Januar.

Setelah memakan kue dan mengobrol banyak, Julio, Melati, Bian, dan Karel pamit untuk pulang. Masih ada beberapa tugas kuliah yang harus mereka selesaikan hari itu.

Ravindiar bersaudara menuntun ke-empatnya keluar dari rumah hingga meninggalkan kediaman keluarga mereka.

“Tadi pas ditanya, kalian jawab apa?” tanya Jeffry sesaat setelah mereka kembali memasuki rumah.

“Sepupuan,” jawab Januar, Waniar, Samuel, Hazel, dan Davian hampir berbarengan.

Jeffry mengangguk mengerti. Rahasia mereka masih tersimpan dari teman-teman Darel.