Lampu Koridor

Ketika Hazel keluar dari kamar, sudah ada Samuel dan Davian yang sedang mengobrol tepat di depan kamarnya. Tak lama, Melvin menyusul keluar dari dalam kamar.

“Sorry agak lama, gue ke toilet dulu tadi,” ucap Melvin meminta maaf.

“Santai, elah. Gue juga tadi habis dari toilet, kok,” balas Hazel sambil merangkul adiknya yang lebih tinggi.

“Udah, yuk, jalan, ngapain masih berdiri di sini?” Samuel berujar dengan sedikit menaikkan nada bicaranya.

Ketiga yang lain mengangguk, kemudian beranjak dari depan kamar Hazel.

Ketika sampai di ujung koridor deretan kamar mereka, tiba-tiba saja mereka berhenti. Mereka menatap satu sama lain dan mundur satu langkah ke belakang. Pasalnya, lampu koridor tangga yang akan mereka lalui sedang mati, membuat jalur yang akan mereka pakai untuk menuju lantai bawah menjadi gelap gulita.

“Bukannya selalu dinyalain, ya? Atau, tadi lupa?” tanya Hazel yang sudah bersandar pada dinding koridor.

“Tadi pas gue naik masih nyala, kok. Lagi konslet doang kali,” balas Melvin sambil sedikit memastikan keadaan di sekitar tangga.

“Ini gimana mau turun, anjir, gue takut,” omel Samuel.

“Ngapain takut, anjir, gini doang.” Melvin membalas perkataan Samuel dengan sedikit meremehkan.

“Iya deh, si paling berani. Sana, turun sendiri, dah,” balas Samuel sambil sedikit menantang.

Melvin langsung ciut, ia juga tidak berani melewati koridor tangga yang gelap sendirian.

“Terus ini gimana, anjir, gue mau makan.”

Davian terlihat berpikir sebentar, lalu tiba-tiba menyerukan ide yang sama sekali tidak disetujui oleh adik-adiknya.

“Gimana kalau kita bangunin Kak Satria buat temenin kita?”

“Dav? Lo gila apa gimana, sih. Ntar diamuk, anjir.” Melvin, Hazel dan Samuel menolak keras masukan Davian.

Belum sempat mereka berdebat lagi, pintu kamar Satria tiba-tiba saja terbuka, menampilkan si pemilik kamar yang terlihat belum tidur walaupun sudah menggunakan piyama.

“Kenapa ribut malem-malem? Katanya tadi mau makan?”

“Ini baru mau turun, Kak, tapi lampu di tangga tiba-tiba mati.” Hazel yang menjawab, karena ia yang berhadapan langsung dengan Satria.

Satria yang mengerti langsung menutup pintu kamarnya, lalu berjalan di depan adik-adiknya untuk menuntun mereka turun.

“Besok gue ganti lampunya. Gue juga baru tau kalau udah konslet,” kata Satria ketika mereka sudah melewati tangga dengan aman.

“Sori jadi ganggu lo, Kak, kita nggak maksud,” ujar Samuel yang berdiri di dekat kakak sulungnya. Ia merasa tidak enak karena sudah mengganggu tidur kakaknya, padahal dari kemarin ia disibukkan oleh urusan perusahaan yang membuatnya tidak sempat beristirahat.

“Santai, gue juga belum tidur, kok. Masih nonton tadi,” balas Satria. Jelas ia berbohong. Karena ia dari tadi tengah berusaha untuk mengistirahatkan badannya, namun tidak bisa karena otaknya sepertinya menolak akan hal tersebut.

“Lo nggak mau balik aja, Kak?” tanya Davian saat Satria terus mengikuti mereka hingga ke dapur.

“Nggak usah, gue ikutan kalian makan mie aja. Tiba-tiba laper soalnya.”